Sunday, January 10, 2010

Kaki Suka Goyang-goyang Tanda Apa?

Seringkali kita lihat, kaki kawan kita atau saudara kita goyang-goyang sendiri. Mungkin sobat sendiri juga sering melakukannya. Kayak lagi njahit, gitu. Nggak jelas, apa yang dijahit. La terus, sebenarnya ini pertanda apa sih?

Yang dibilang emak-emak kita dulu, nggak pantas kaki digoyang-goyang karena ini ada kaitannya dengan nafsu seks. Eh, ladala... ternyata prasangka emak-emak kita nggak jauh beda dengan temuan para ahli. Ada hubungannya dengan seks.

Nama keren sindrom kaki tak mau diam adalah Restless Leg Syndrome/RLS. Ini berkaitan dengan disfungsi ereksi pada pria. Kalau ini terjadi pada perempuan bagaimana? Setidaknya para ahli punya argumen. Yuk kita lihat apa kata mereka.

"Ada hubungan dengan RLS dan disfungsi ereksi. Kami tak tahu mana yang lebih dulu terjadi. Namun temuan ini memungkinkan kami mencari penyembuhan yang efektif," begitu kata periset yang melakukan analisis ini, Dr Xiang Gao, yang juga instruktur obat-obatan di Harvard University School of Public Health.

Para pakar kesehatan ini mulanya cuma meneliti RLS yang diperkirakan menimpa 23% populasi dunia. Ahli saraf Johns Hopkins University Profesor Richard Allen mengatakan meski jumlah penderitanya cukup signifikan, hanya satu dari 20 orang dengan RLS yang didiagnosis dan mendapat terapi tepat.

Senada dengannya, dosen di Eastern Virginia Medical School, AS, Dr Robert Verona juga menyatakan hal serupa."Penyebabnya masih misterius. Ada beberapa bukti yang menunjukkan RLS memilki hubungan dengan berkurangnya kadar zat besi dan transmiter saraf yang dikenal dengan sebutan dopamin," ujar profesor Verona yang mempelajari gangguan tidur.

Insomnia merupakan salah satu dampak dari sindrom bernama unik tersebut.Mereka yang mengidap sindrom ini mengaku ada dorongan yang tak bisa ditahan untuk menggerakkan kaki. Dalam sebuah studi yang dilansir pada tahun baru lalu, Gao mengumpulkan 23.119 relawan medis. Beberapa di antaranya adalah ahli fisika, dokter hewan, dan pekerja di farmasi. Mereka ditanya mengenai RLS pada 2002 lalu.

Hasilnya, 395 orang melaporkan serangan RLS setidaknya 15 kali selama sebulan. Mereka ini tidak menggunakan obat antidepresi ataupun merokok.Setelah periset menyesuaikan statistik untuk mengurangi faktor usia, akhirnya ditemukan hubungan antara RLS dengan disfungsi ereksi. Bahkan jumlahnya masih sama di antara pengguna obat antidepresi dan perokok.

"Benar-benar ada kaitannya. Hanya saja, kami tak tahu bagaimana mekanisme sebenarnya,” imbuh Gao.Sementara Verona menekankan kemungkinan hubungan dengan gangguan tidur. Seperti sleep apnea yang juga memiliki kaitan dengan disfungsi ereksi. Sebab, masalah itu berkurang saat gangguan tidur mereka diobati. Selain itu, penderita RLS juga didiagnosis menderita kecemasan, depresi, gangguan sirkulasi darah, arthritis, dan gangguan konsentrasi. Mereka mengatakan rasa ketika dorongan itu menyerang tak bisa dibandingkan. Bukan rasa sakit, namun seperti kesemutan atau seperti ada ratusan binatang kecil yang merayap di kaki.

Bertambahnya usia membuat peluang mengidap RLS makin besar. Para ahli juga menemukan bahwa sindrom ini terkait faktor genetik. Itu sebabnya RLS lebih banyak diderita perempuan ketimbang laki-laki. RLS juga akan semakin buruk saat periode menstruasi atau saat seseorang tidak aktif.

Misalnya di malam hari ketika akan beristirahat atau duduk dan berdiam diri terlalu lama. Dalam kebanyakan kasus, meski tak membahayakan kesehatan, RLS cukup mengganggu. Penderita bisa mengubah gaya hidup untuk membantu meringankan efek samping RLS yang menyebalkan. Misalnya mengurangi minuman yang mengandung kafein tinggi atau beralkohol. Konsumsi zat besi, asam folat, atau magnesium juga diyakini mengurangi gangguan RLS. Bila terasa sangat mengganggu aktivitas sehari-hari, bisa dikonsultasikan pada dokter yang biasanya akan memberi obat. Obat yang bisa memulihkan keseimbangan kadar dopamin di otak terbukti manjur untuk mengatasi gangguan kaki tak mau diam ini.

No comments:

Post a Comment